Rabu, 19 September 2012

Iblis Menurut Psikologi Kaum Gnostik Muslim



Legenda tentang Iblis berasal dari kitab suci seperti Veda, Taurat, Alkitab dan Al-Qur’an, pun dari folklor berbagai budaya di bumi, yang mana benih-benih biografi mitos Iblis tersebar dalam dramatisasi penolakannya untuk besujud dihadapan Adam dan dalam penggodaan Iblis terhadap Adam dan Hawa. Akibat –akibat yang diderita Iblis karena penolakannya untuk bersujud dihadapan Adam yang pada waktu itu baru saja diciptakan, telah memberikan kesaksian terhadap orang-orang Islam tentang bahaya yang mereka hadapi apabila mereka hanya mengandalkan akal fikiran, terutama pada perangkat analogi. Ketika analogi (qiyas) dipasangkan dengan suatu kesombongan, kombinasi ini sangat berbahaya yaitu penghinaan terhadap Iblis. Tidak ada lagi ingatanya selain kemuliaan yang dulu pernah diperoleh yang membuatnya mempertahankan pernyataan superioritasnya yang sombong. Satu-satunya hal yang memuaskan Iblis adalah keputusan Allah yang memberikan kelonggaran kepadanya sampai hari kiamat.

Hati (qalb) merupakan arena pertempuran yang keras antara Allah yang dibantu malak-Nya (malaikat-Nya), dengan Iblis yang dibantu ego (nafs). nafs dalam psikologi sufi diterjemahkan sebagai diri (self), atau ego, atau jiwa (soul). Makna lain dari nafs adalah "intisari" dan "nafas." Dan penggunaan yang lebih umum, nafs adalah diri, seperti dalam kata dirimu atau diriku. Nah, senjata utama yang digunakan oleh kedua pihak adalah "hawatir", yaitu gerak hati terhadap kebaikan dan kejahatan yang membanjiri roh manusia.

Karakter Iblis yang paling menonjol adalah kesombongan akan kesempurnaan dirinya, sehingga mengakibatkan penonjolan kemampuan diri, yang telah mengubah hamba yang penuh cinta menjadi sombong dan egois, dimana hasratnya untuk taat telah berubah menjadi.

Namun, suatu bagian cerita tentang Iblis yang sama pentingnya, menolak untuk menggambarkan figur Iblis dalam istilah-istilah negatif dan jahat. Untuk memahami kedalaman kepribadian Iblis, kita juga harus mempertimbangkan secara serius pernyataan-pernyataan Iblis yang menganggap dirinya tidak bersalah. Pernyataan-pernyataan dramatis tentang keadaan tragis Iblis merupakan sarana penting untuk mengkomunikasikan pandangan kritis kedalam hubungan antara kehendak bebas (free will) dan takdir (destiny), transendensi Allah dan kemauan Allah (iradah) dan antara kekuatan para nabi suci dengan kekuatan Iblis. Dan karena kehendak Allah sesuai dengan kemauan Allah itu sendiri, maka kehendak Allah itulah yang akan berlaku dalam perjalanan hidup setiap makhluk.

Pernyataan Iblis bahwa dia hanyalah sebuah instrumen dari kekuasaan Allah merupakan dasar bagi dalih keterpaksaannya. Iblis beranggapan bahwa dia hanya berbuat sesuai dengan kehendak Allah, karena itu tidak adil jika dia disalahkan menentang Allah. Ketegangan antara kehendak Allah yang transenden dan kebebasan manusia untuk memilih tidak pernah terselesaikan. 

Bagi mereka yang tidak menerima dalih keterpaksaan, Iblis memberi penjelasan lain terhadap penolakannya untuk bersujud dihadapan Adam. Iblis menegaskan bahwa dia mengetahui rahasia-rahasia kehendak Allah, yang mana dalam kasus ini kehendak Allah ((iradah) berbeda dengan perintah-Nya (amr), yaitu menghendaki respons monoteisme sempurna atau hanya tunduk dan sujud kepada-Nya, tetapi Allah juga memerintahkan Iblis sujud kepada yang lain (Adam). 

Kehendak Allah merupakan kekuatan yang memberi petunjuk di belakang semua yang tersingkap dalam legenda mitos Iblis. Pada saat Iblis memperlihatkan diri sebagai makhluk yang paling berkuasa, Allah akan menegaskan kembali pengontrolan-Nya, dengan menurunkan derajat Iblis menjadi tak berdaya ditangan para nabi dan orang-orang suci. Bagian lain di dalam ceita tentang Iblis ini dikebangkan oleh sekelompok sufi. Bagi para sufi, dalih penolakan Iblis merupakan simbol yang sempurna dari metode ekspresi spiritual. Karena intensitas cinta kontemplatifnya, Iblis menjadi model ketaatan monoteistik. Namun, dedikasinya terhadap fikiran monoteistik ini telah menggerakkan Iblis untuk tidak mematuhi perintah bersujud. 

Balasan yang didapatkan Iblis dari Allah karena pengorbanan dirinya yang penuh cinta adalah tugas sebagai pengurus pintu kediaman Allah, dimana dia memisahkan gandum dari sekamnya dengan menguji keimanan manusia dengan pedang kekuasaan Allah. Tak seorangpun dibolehkan berkembang dari lailaaha (tak ada illah/Tuhan) ke alam cahaya Allah, illallah (kecuali Allah), tanpa melewati cahaya hitam Iblis. Karena dalam cara yang sama di mana Muhammad memperlihatkan cahaya penyingkapan Allah, demikian pula cahaya hitam Iblis memperlihatkan kegelapan murka Allah. 

Kehinaan dan pemisahan yang diakibatkan oleh kutukan Allah menjadi ujian mistik Iblis, dimana baginya kutukan adalah makanan kehidupan dan kemurahan Allah adalah racun. Pemisahan dan kutukan merupakan hadiah yang tidak mudah dimenangkan, semua itu hanya dapat dicapai setelah bertahun-tahun pengabdian yang tak henti-hentinya adalah hal penting di hadapan Allah yang dikhususkan kepada dirinya untuk menerima anugerah yang paling agung ini yang hanya disediakan bagi pengikut yang dekat dengan-Nya. 

Ada kemuliaan dalam kesyahidan, akibatnya, lebih tragis keruskan Iblis ditangan Allah maka dia kelihatan lebih mulia. Kutukan menjadi lambang kesempurnaan Iblis yang unik dalam mengalami siksaan dari kutukan ini, Iblis menemukan harpan baru dalam pemulihan nama baik dirinya. Karena sebagaimana Allah telah mencap dirinya sebagai seorang yang jahat dan menundukkan dia pada penderitaan akibat pemisahan dirinya, demikian pula Allah dapat mengundangnya kembali untuk menempati tempatnya sebagai seorang monoteis dan guru besar kerajaan langit. 

Selain menerima pemulihan namanya sebagai kulminasi kesyahidan, juga dapat difahami sebagai kesimpulan dari suatu monisme metafisik yang tiada hentinya. Pemulihan nama baik Iblis adalah pasti, namun drama dari sejarah mitosnya telah dikacaukan, karena itu perlu seikit perhatian tentang bagaimana Iblis mengatasi paradoks dari kutukannya. Hasil akhir dari eksisitensinya akan selalu sama, kembali kepada tauhid yang tidak berbeda. 

Jadi, Iblis sejatinya, dalam kesadaran ambangnya itu, begitu pasrah memperuntukkan dirinya membanjiri roh manusia dengan kegelisahan dan kemungkaran tanpa memperhitungkan kutukan yang bakal menimpanya kelak. Namun yang perlu dicatat: dari jasa Iblislah derajat penghambaan sejati manusia terukir cemerlang dalam lanskap kronik spiritualisme Islam.

sumber : http://rykers.blogspot.com/2010/09/iblis-menurut-psikologi-kaum-gnostik.html

Rabu, 05 September 2012

Asal-usul Ya'juj dan Ma'juj



“Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): ‘Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zhalim’.” (Al-Anbiya`: 96-97)

Firman Allah SWT diatas menerangkan bahwa sebelum kiamat dinding Ya'juj dan Ma'juj akan terbuka dan mereka (Ya'juj dan Ma'juj) akan melakukan kerusakan di muka bumi. Yang menjadi pertanyaan;
Dimanakah dinding tersebut?
Siapakah Ya'juj dan Ma'juj itu?
Apakah dinding itu telah terbuka?



Asal Usul Ya’juj dan Ma’juj

Ya’juj dan Ma’juj Manusia

Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman kepada Adam: “Wahai Adam.” Maka Adam menjawab: “Labbaika wa sa’daika wal khairu fi yadaika (Aku sambut panggilan-Mu dengan senang hati dan kebaikan semuanya di tangan-Mu).” Kemudian Allah SWT berfirman: “Keluarkan utusan (penghuni) neraka.” Maka Adam bertanya: “Apa itu utusan (penghuni) neraka?” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Mereka dari setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang!” Maka ketika itu anak kecil menjadi beruban, setiap yang hamil melahirkan apa yang dikandungnya, dan kamu lihat orang-orang seakan-akan mabuk padahal mereka tidak mabuk, tetapi karena adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat keras. Kemudian para shahabat bertanya: “Siapa satu yang selamat dari kita itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Bergembiralah, sesungguhnya penghuni neraka itu dari kalian satu dan dari Ya’juj dan Ma’juj seribu….” (Hadits riwayat Al-Bukhari dengan Fathul Bari, juz 6 hal. 382)

Berdasarkan pendapat yang paling kuat, Ya’juj dan Ma’juj merupakan isim ‘Ajam dan Laqab (julukan). Para ulama sepakat, bahwa Ya’juj dan Ma’juj termasuk manusia. Hanya saja, para ulama berbeda dalam menentukan siapa nenek moyangnya. Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam 'alaihis salam dan Hawa atau dari Adam saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh 'alaihis salam dari keturunan Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan dalam tarikh, Nabi Nuh mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/At-Turk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts bin Nuh.

Menurut Al-Maraghi, Ya’juj dan Ma’juj berasal dari satu ayah yaitu Turk. Ya-juj adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma-juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun keterangan ini tidak kuat. Mereka tinggal di Asia bagian Timur dan menguasai dari Tibet, China sampai Turkistan Barat dan Tamujin. Mereka dikenal sebagai Jengis Khan (berarti Raja Dunia) pada abad ke-7 H di Asia Tengah dan menaklukan Cina Timur. Ditaklukan oleh Quthbuddin Bin Armilan dari Raja Khuwarizmi yang diteruskan oleh anaknya Aqthay. “Batu” anak saudaranya menukar dengan negara Rusia tahun 723 H dan menghancurkan Babilon dan Hongaria. Kemudian digantikan Jaluk dan dijajah Romawi dengan menggantikan anak saudaranya Manju, diganti saudaranya Kilay yang menaklukan Cina.

Saudaranya Hulako menundukan negara Islam dan menjatuhkan Bagdad pada masa daulah Abasia ketika dipimpin Khalifah Al-Mu’tashim Billah pertengahan abad ke-7 H / 656 H.

Ya’juj dan Ma’juj adalah kaum yang banyak keturunannya. Menurut mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya membawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pemimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar.

Pada QS. Al-Kahfi:94, Ya’juj dan Ma’juj adalah kaum yang kasar dan biadab. Jika mereka melewati perkampungan, membabat semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk.


Beberapa Penelitian Tembok Ya’juj dan Ma'juj

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan kordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al-hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.

Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India di abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada danau yang dinamakan Iskandar Kul. Di tahun 842 Khalifah Bani Abbasiyah, al-Watsiq, mengutus sebuah tim ekspedisi ke gerbang besi. Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 meter dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Persis seperti bunyi surat Al Kahfi. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu.

Letak Perkiraan Tembok Besi Berada

Apa pun tentang keberadaan dinding penutup tersebut, ia memang terbukti ada sampai sekarang di Azerbaijan dan Armenia. Tepatnya ada di pegunungan yang sangat tinggi dan sangat keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam maupun Rusia, terletak di republik Georgia.





Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah bermimpi tembok penghalang yang dibangun Iskandar Dzul Qarnain untuk memenjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka.
Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu Sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.

Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.


27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj dan Ma’juj tempo dulu. Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj-Ma’juj berada.

Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj-Ma-juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).

Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya-juj-Ma-juj itu.

Ya’juj-Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, dan membunuh suku-suku lain. Mereka pembuat onar dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Iskandar Dzul Qarnain, Raja Macedonia. Iskandar kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi.

Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya-juj-Ma-juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.

Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah, pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Karena di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah Rusia.

Ya'juj dan Ma'juj - Khilafah Islam

Dari Zaenab binti jahsi bahwa Rasulullah SAW datang kepadanya dalam keadaan kaget dan bersabda, "Laa ilaaha illallah, celakalah orang Arab karena kejahatan yang sudah dekat ! Tembok yajuj dan Majuj sudah terbuka sebesar ini." Dan beliau membuat lingkaran dengan ibu jari dan telunjuknya. Zaenab bertanya , 'Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa padahal ada orang-orang shaleh diantara kita ?' Beliau menjawab, "Ya, jika kekejian telah merajalela!" (HR Bukhari, bab Fitnah subbab Yajuj & Majuj, Fath al bari XIII h 106)

Nubuat yang terkandung menggambarkan bahwa tembok telah berhasil ditebuk atau dihancurkan, namun dia akan melakukan kerusakan yang amat parah jika "Ya, jika kekejian telah merajalela!"

Disebutkan dalam buku tafsir:

Khalifah mengirimkan ekspedisi sekitar tahun 50 hijriah untuk mencoba menemukan penghalang yang dibangun oleh Dzul Qarnain.
Ekspedisi itu kembali dengan berita bahwa mereka telah menemukan penghalang tersebut, dan penghalang itu telah runtuh.

Ini memperkuat bukti bahwa pada dasarnya tembok yang menyekat Ya'juj dan Ma'juj telah luluh runtuh dan hancur dan kita hanya sedang menunggu saat-saat dimana mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Namun untuk kejelasan pada masa-masa itu alangkah baiknya kita menelusuri secara perlahan siapakah Ya'juj dan Ma'juj itu..


Demikian kajian dari berbagai sumber mengenai Ya'juj dan Ma'juj diakhir zaman. Perlu dipahami ini hanyalah kiraan dan kajian kebenaran namun bukan yang sebenar-benarnya, oleh karna itu kajian ini akan diteruskan oleh anda sendiri apabila anda mau untuk mengkajinya.

Untuk kebenarannya wallahualam..

Pedang Al-Battar




Kemudian ia (Nabi Isa as.) mengejar Dajjal hingga bertemu di Bah Lurid, lalu ia membunuhnya. Lalu Nabi Isa as. pergi kepada kaum yang telah dipelihara Allah dari gangguan Dajjal dan mengusap muka mereka sambil menceritakan kepada mereka tentang kedudukan mereka di dalam surga.
Nubuat yang terkandung didalam fase ini adalah kematian dajjal, pada saat Nabi Isa. A.S telah turun ke bumi. Bah Lurid adalah bagian dari wilayah Israel sekarang, kabar berita Nabi Isa A.S akan menggunakan pedang Al Battar untuk membunuh Dajjal.



Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai 'Pedangnya para nabi', dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : 'Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW'. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.


Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.