Legenda
tentang Iblis berasal dari kitab suci seperti Veda, Taurat, Alkitab dan
Al-Qur’an, pun dari folklor berbagai budaya di bumi, yang mana benih-benih
biografi mitos Iblis tersebar dalam dramatisasi penolakannya untuk besujud
dihadapan Adam dan dalam penggodaan Iblis terhadap Adam dan Hawa. Akibat
–akibat yang diderita Iblis karena penolakannya untuk bersujud dihadapan Adam
yang pada waktu itu baru saja diciptakan, telah memberikan kesaksian terhadap
orang-orang Islam tentang bahaya yang mereka hadapi apabila mereka hanya
mengandalkan akal fikiran, terutama pada perangkat analogi. Ketika analogi
(qiyas) dipasangkan dengan suatu kesombongan, kombinasi ini sangat berbahaya
yaitu penghinaan terhadap Iblis. Tidak ada lagi ingatanya selain kemuliaan yang
dulu pernah diperoleh yang membuatnya mempertahankan pernyataan superioritasnya
yang sombong. Satu-satunya hal yang memuaskan Iblis adalah keputusan Allah yang
memberikan kelonggaran kepadanya sampai hari kiamat.
Hati
(qalb) merupakan arena pertempuran yang keras antara Allah yang dibantu
malak-Nya (malaikat-Nya), dengan Iblis yang dibantu ego (nafs). nafs dalam
psikologi sufi diterjemahkan sebagai diri (self), atau ego, atau jiwa (soul).
Makna lain dari nafs adalah "intisari" dan "nafas." Dan
penggunaan yang lebih umum, nafs adalah diri, seperti dalam kata dirimu atau
diriku. Nah, senjata utama yang digunakan oleh kedua pihak adalah
"hawatir", yaitu gerak hati terhadap kebaikan dan kejahatan yang
membanjiri roh manusia.
Karakter
Iblis yang paling menonjol adalah kesombongan akan kesempurnaan dirinya,
sehingga mengakibatkan penonjolan kemampuan diri, yang telah mengubah hamba yang
penuh cinta menjadi sombong dan egois, dimana hasratnya untuk taat telah
berubah menjadi.
Namun,
suatu bagian cerita tentang Iblis yang sama pentingnya, menolak untuk
menggambarkan figur Iblis dalam istilah-istilah negatif dan jahat. Untuk
memahami kedalaman kepribadian Iblis, kita juga harus mempertimbangkan secara
serius pernyataan-pernyataan Iblis yang menganggap dirinya tidak bersalah.
Pernyataan-pernyataan dramatis tentang keadaan tragis Iblis merupakan sarana
penting untuk mengkomunikasikan pandangan kritis kedalam hubungan antara
kehendak bebas (free will) dan takdir (destiny), transendensi Allah dan kemauan
Allah (iradah) dan antara kekuatan para nabi suci dengan kekuatan Iblis. Dan
karena kehendak Allah sesuai dengan kemauan Allah itu sendiri, maka kehendak
Allah itulah yang akan berlaku dalam perjalanan hidup setiap makhluk.
Pernyataan
Iblis bahwa dia hanyalah sebuah instrumen dari kekuasaan Allah merupakan dasar
bagi dalih keterpaksaannya. Iblis beranggapan bahwa dia hanya berbuat sesuai dengan
kehendak Allah, karena itu tidak adil jika dia disalahkan menentang Allah.
Ketegangan antara kehendak Allah yang transenden dan kebebasan manusia untuk
memilih tidak pernah terselesaikan.
Bagi
mereka yang tidak menerima dalih keterpaksaan, Iblis memberi penjelasan lain
terhadap penolakannya untuk bersujud dihadapan Adam. Iblis menegaskan bahwa dia
mengetahui rahasia-rahasia kehendak Allah, yang mana dalam kasus ini kehendak
Allah ((iradah) berbeda dengan perintah-Nya (amr), yaitu menghendaki respons
monoteisme sempurna atau hanya tunduk dan sujud kepada-Nya, tetapi Allah juga
memerintahkan Iblis sujud kepada yang lain (Adam).
Kehendak
Allah merupakan kekuatan yang memberi petunjuk di belakang semua yang
tersingkap dalam legenda mitos Iblis. Pada saat Iblis memperlihatkan diri
sebagai makhluk yang paling berkuasa, Allah akan menegaskan kembali
pengontrolan-Nya, dengan menurunkan derajat Iblis menjadi tak berdaya ditangan
para nabi dan orang-orang suci. Bagian lain di dalam ceita tentang Iblis ini dikebangkan
oleh sekelompok sufi. Bagi para sufi, dalih penolakan Iblis merupakan simbol
yang sempurna dari metode ekspresi spiritual. Karena intensitas cinta
kontemplatifnya, Iblis menjadi model ketaatan monoteistik. Namun, dedikasinya
terhadap fikiran monoteistik ini telah menggerakkan Iblis untuk tidak mematuhi
perintah bersujud.
Balasan
yang didapatkan Iblis dari Allah karena pengorbanan dirinya yang penuh cinta
adalah tugas sebagai pengurus pintu kediaman Allah, dimana dia memisahkan
gandum dari sekamnya dengan menguji keimanan manusia dengan pedang kekuasaan
Allah. Tak seorangpun dibolehkan berkembang dari lailaaha (tak ada illah/Tuhan)
ke alam cahaya Allah, illallah (kecuali Allah), tanpa melewati cahaya hitam
Iblis. Karena dalam cara yang sama di mana Muhammad memperlihatkan cahaya
penyingkapan Allah, demikian pula cahaya hitam Iblis memperlihatkan kegelapan
murka Allah.
Kehinaan
dan pemisahan yang diakibatkan oleh kutukan Allah menjadi ujian mistik Iblis,
dimana baginya kutukan adalah makanan kehidupan dan kemurahan Allah adalah
racun. Pemisahan dan kutukan merupakan hadiah yang tidak mudah dimenangkan,
semua itu hanya dapat dicapai setelah bertahun-tahun pengabdian yang tak
henti-hentinya adalah hal penting di hadapan Allah yang dikhususkan kepada dirinya
untuk menerima anugerah yang paling agung ini yang hanya disediakan bagi
pengikut yang dekat dengan-Nya.
Ada
kemuliaan dalam kesyahidan, akibatnya, lebih tragis keruskan Iblis ditangan
Allah maka dia kelihatan lebih mulia. Kutukan menjadi lambang kesempurnaan
Iblis yang unik dalam mengalami siksaan dari kutukan ini, Iblis menemukan
harpan baru dalam pemulihan nama baik dirinya. Karena sebagaimana Allah telah
mencap dirinya sebagai seorang yang jahat dan menundukkan dia pada penderitaan
akibat pemisahan dirinya, demikian pula Allah dapat mengundangnya kembali untuk
menempati tempatnya sebagai seorang monoteis dan guru besar kerajaan langit.
Selain
menerima pemulihan namanya sebagai kulminasi kesyahidan, juga dapat difahami
sebagai kesimpulan dari suatu monisme metafisik yang tiada hentinya. Pemulihan
nama baik Iblis adalah pasti, namun drama dari sejarah mitosnya telah
dikacaukan, karena itu perlu seikit perhatian tentang bagaimana Iblis mengatasi
paradoks dari kutukannya. Hasil akhir dari eksisitensinya akan selalu sama,
kembali kepada tauhid yang tidak berbeda.
Jadi,
Iblis sejatinya, dalam kesadaran ambangnya itu, begitu pasrah memperuntukkan
dirinya membanjiri roh manusia dengan kegelisahan dan kemungkaran tanpa
memperhitungkan kutukan yang bakal menimpanya kelak. Namun yang perlu dicatat:
dari jasa Iblislah derajat penghambaan sejati manusia terukir cemerlang dalam
lanskap kronik spiritualisme Islam.
sumber : http://rykers.blogspot.com/2010/09/iblis-menurut-psikologi-kaum-gnostik.html
sumber : http://rykers.blogspot.com/2010/09/iblis-menurut-psikologi-kaum-gnostik.html